Cawe-Cawe Presiden Jokowi Ancaman Terhadap Demokrasi di Indonesia

    Cawe-Cawe Presiden Jokowi Ancaman Terhadap Demokrasi di Indonesia
    Dari Kanan ke kiri Dr. Fajar Nursahid, Dr. Hurriyah dan Dr. Andreas Ufen

    Jakarta, Masyarakat harus menjaga dan menyelamatkan demokraksi di Tanah air yang terancam karena lembaga demokrasi tidak bekerja seperti yang diharapkan. 

    Direktur Eksekutif PUSKAPOL UI, Hurriyah mengatakan elit politik yang tidak demokratis demikian juga Partai Politik, merupakan fenomena politik akhri-akhir ini, mendapat perlawanan dan penolakan, berupa aksi unjuk rasa berkaitan revisi Undang-undang Pilkada.

    Agenda Revisi kilat Undang-undang Pilkada oleh Baleg DPR untuk meloloskan Kaesang Pangarep, dapat dibatalkan karena aksi demonstrasi yang dilakukan berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa, aktivis baik ibu kota, dan  merata di berbagai wilayah tanah air.

    "Ada masalah serius di Partai Politik, kata Direktur Riset dan Program Algoritma & Consulting, Fajar Nursahid pada diskusi publik bertajuk Ancaman terhadap demokrasi di Indonesia: Belajar dari pengalaman di negara-negara Asia Tenggara, di Auditorium Mochtar Riady, kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, Rabu (04/09/2024).

    Ekpresi dan gairah kebebasan publik yang tinggi untuk berpartisipasi dalam demokrasi tidak diimbangi oleh kapasitas lembaga-lembaga demokrasi, sehingga partisipasi publik yang absah seringkali bergulir menjadi tindakan "anti demokrasi".

    Demikian pula, lemahnya kontrol masyarakat politik. Belajar dari 2014 dan 2019, "Koalisi Gemuk" pendukung pemerintah (Negara) sejak awal 2014. Tidak bekerjanya "Check and Balances", sehingga menghasilkan UU Minerba, UU KPK, UU Cipta Kerja dan UU KUHP.

    Ketidaksetujuan masyarakat terhadap politik "cawe-cawe" presiden Jokowi setelah pencalonan Gibran Rakabuming Raka. Bulan Oktober sebagai penentu. Putusan MK (16 Oktober), Deklarasi Cawapres (22 Oktober), Restu/izin Presiden Jokowi (24 Oktober), (pendaftaran pasangan Prabowo-Gibran (25 Oktober).

    "Majunya Gibran Rakabuming Raka dipersepsi publik sebagai bentuk politik dinasti yang dipraktikkan presiden Jokowi. Publik merespon negatif, mayoritas (74, 9%) menyatakan ketidaksukaannya kepada Presiden Jokowi yang membangun dinasti politik". 

    Hampir 60 persen responden menilai politik cawe-cawe yang dilakukan presiden Jokowi dalam persaingan politik Pemilu 2024, adalah tindakan yang tidak pantas.

    Terkait majunya Gibran Rakabunming Raka sebagai calon presiden pendamping Prabowo Subianto, 46, 2% masyarakat menyatakan kekhawatiran netralitas presiden Jokowi dalam Pemilu 2024.

    Di mata publik, praktik politik dinasti cenderung dianggap membahayakan demokrasi. (AA)

    cawe-cawe presiden jokowi demokrasi di indoensia ancaman terhadap demokrasi di indonesai dinasti politik
    Ir. Afrizal, M.I.Kom

    Ir. Afrizal, M.I.Kom

    Artikel Sebelumnya

    Pokjawarkotu Gelar Kegiatan Jumat Berkah...

    Artikel Berikutnya

    Ibadah Syukur Suksesnya Gelaran Doa Bagi...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Hidayat Kampai: Nepo Baby, Privilege yang Jadi Tumpuan Kebijakan Publik?
    Bawaslu DKI Instruksikan Panwas Pastikan hasil di TPS  tidak ada Kecurangan
    Hendri Kampai: Bertani Itu Merugi! Jeritan Petani yang Terabaikan
    Pemerintah Indonesia Berhasil Menaikkan Pajak dan Menurunkan Subsidi, Menteri Keuangan Terbaiknya di Mana?

    Ikuti Kami